DPRD Babel Soroti Kebijakan Rencana Hilirisasi Timah di Batam
Rencana Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM) untuk melaksanakan hilirisasi timah di Batam, Kepulauan Riau, menuai respons keras dari anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung. Program hilirisasi yang melibatkan investasi sebesar Rp1 triliun ini menggandeng PT Batam Timah Sinergi (BTS) sebagai pabrik pengolahan logam timah menjadi produk turunan bernilai tambah.
Anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung, Maryam, menyatakan keprihatinannya terhadap keputusan pemerintah pusat yang memilih Batam sebagai lokasi pembangunan pabrik hilirisasi timah, sementara Bangka Belitung sebagai penghasil utama bahan baku timah di Indonesia tidak dipertimbangkan. “Saya berfikir, Babel ini seperti ungkapan pribahasa habis manis sepah dibuang. Di satu sisi pemerintah pusat mengakui Bangka Belitung, belum memiliki infrastruktur yang memadai, namun di sisi lain, upaya pembangunan di Bangka Belitung masih belum dilakukan maksimal,” ujar Maryam, Senin (27/1/2025).

Maryam juga mempertanyakan keputusan pemerintah pusat yang belum melirik Bangka Belitung sebagai tempat pembangunan pabrik hilirisasi timah, meskipun provinsi ini memiliki peran besar sebagai penyedia bahan baku timah terbesar, serta lokasi yang strategis dengan banyak hasil pertambangan yang sudah diekspor.
“Sejak beberapa tahun ini, Pemprov Babel telah fokus pada rencana hilirisasi timah, dan kami mendukung penuh program ini karena dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung. Kami berharap pemerintah pusat melihat potensi Babel dan menjadikannya lokasi untuk pembangunan pabrik hilirisasi timah,” jelas Maryam.
Sektor andalan Bangka Belitung yang lainnya, seperti pertanian, perkebunan, perikanan kelautan, pariwisata, dan UMKM, juga menjadi tidak stabil akibat eksploitasi timah yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hal ini membuat provinsi tersebut mendesak pemerintah pusat untuk memberikan perhatian lebih pada pembangunan sektor lainnya.
“Pemerintah Bangka Belitung juga sudah berupaya mengembangkan sektor lain. Namun, hilirisasi timah ini menjadi prioritas agar perekonomian Bangka Belitung dapat tumbuh lebih pesat. Dukungan pemerintah pusat sangat penting untuk merealisasikan hal tersebut,” tambahnya.
Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM RI melalui program hilirisasi timah di Batam berkomitmen untuk mendorong pengolahan sumber daya alam Indonesia menjadi produk bernilai tambah. Pabrik pengolahan timah di Batam, yang dijadwalkan beroperasi pada pertengahan 2026, diharapkan dapat memproduksi produk seperti Stannic Chloride, Dimethyl Tin Dichloride (DMTCL), dan Methyl Tin Mercaptide. Pabrik ini diperkirakan akan menjadi produsen terbesar kedua dunia setelah Tiongkok dengan kapasitas produksi 16.000 metrik ton per tahun.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM RI, Todotua Pasaribu, menjelaskan bahwa Batam dipilih karena posisinya yang strategis dekat dengan Selat Malaka dan Singapura, serta fasilitas infrastruktur yang mendukung, seperti ketersediaan energi listrik yang stabil dan tenaga kerja berkualitas. Selain itu, Batam juga memiliki status kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) yang memungkinkan ekspor produk secara luas.
Namun, PT Batam Timah Sinergi (BTS) berharap dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah dan lebih mengutamakan pengolahan di dalam negeri. Direktur Utama PT BTS, Bambang Triadi Gunawan, berharap dengan dukungan pemerintah, visi tersebut dapat terwujud.
“Selama ini kita menjual bahan baku timah ke luar negeri. Dengan hilirisasi, kita bisa mengolahnya di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi,” ungkap Bambang.
Dengan begitu, proyek ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional, tetapi juga akan menciptakan lapangan pekerjaan dan memperkuat posisi Indonesia dalam industri hilirisasi timah global. (tvribabel.com/rizaldo)