Hendry Lie Didakwa Korupsi Tata Niaga Timah Senilai Rp 1 Triliun
Hendry Lie, pemilik PT. Tinindo Inter Nusa (PT TIN), didakwa melakukan korupsi dalam kasus tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Hendry Lie memperkaya diri sendiri hingga Rp 1 triliun dalam kasus yang merugikan negara total Rp 300 triliun.
“Memperkaya terdakwa Hendry Lie melalui PT. Tinindo Inter Nusa setidak-tidaknya Rp1.059.577.589.599,19,” ujar JPU dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).
JPU juga mengungkap bahwa Hendry Lie memerintahkan Rosalina dan Fandy Lingga untuk membuat serta menandatangani surat penawaran PT. Tinindo Inter Nusa terkait kerja sama sewa alat processing timah kepada PT. Timah, bersama beberapa smelter swasta lainnya, seperti PT. RBT, CV Venus Inti Perkasa, PT. Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT. Stanindo Inti Perkasa. Diketahui, smelter-smelter swasta tersebut tidak memiliki CP dan format surat penawaran kerja sama sudah disiapkan oleh PT. Timah.
Selain itu, JPU membeberkan bahwa Hendry Lie memerintahkan Fandy Lingga untuk menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkalpinang bersama Mochtar Rizal Pahlevi (Direktur Utama PT. Timah Tbk) dan Alwin Albar (Direktur Operasional PT. Timah Tbk), serta 27 pemilik smelter swasta. Dalam pertemuan tersebut, dibahas permintaan bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta, yang berasal dari penambangan di wilayah IUP PT. Timah.
“Terdakwa Hendry Lie bersama-sama Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT. Tinindo Internusa menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan processing timah dari PT. Timah yang diketahuinya bahwa pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga,” jelas JPU.
Di persidangan, jaksa juga mendakwa Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar 500 hingga 750 USD per ton. Biaya ini dicatat seolah-olah sebagai CSR dari smelter swasta, seperti CV Venus Inti Perkasa, PT. Sariwiguna Bina Sentosa, PT. Stanindo Inti Perkasa, dan PT. Tinindo Internusa.
“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT. Tinindo Internusa mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta lainnya dengan PT. Timah terkait sewa smelter. Kesepakatan harga sewa smelter dilakukan tanpa studi kelayakan atau kajian yang mendalam,” kata jaksa.
Atas kasus ini, jaksa mendakwa Hendry Lie merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun, berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Ia didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP. (tvribabel.com/rizaldo)